Tawasul
Memang banyak pemahaman saudara-saudara kita
muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada
Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang
mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul
saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan
bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa
perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya,
atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20 ini,
dengan munculnya sekte sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul,
padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini
: Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang
bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada
(keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula
berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah..
hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam
Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih).
Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa
menuju masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada
Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan
barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada
keridhoan Mu).
Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang
ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits beserta hukum sanad
dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya
pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa
menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits
diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits.., apakah kiranya kita masih memilih
pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan
orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai
kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah
pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu
Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah
binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu
disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa
Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan
luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu,
Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.",
jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada
para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab
ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul
dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul
dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..?.
maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada
Shahih Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat
tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun
mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah
pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal
Rasul saw sendiri berrtawassul. Apakah mereka memusyrikkan Rasul saw?, dan
Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka memusyrikkan Umar ?,
Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah
darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan
bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi.., pendapat
yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang
sangat buta terhadap kesucian tauhid..
Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah,
lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati
mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka? Tak ada perbedaan
dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin
Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan
yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena
penafian kekuasaan Allah atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta
kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan
seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah
manfaat dari manusia, tetapi dari Allah, yang telah memilih orang tersebut
hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau
membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada
Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah, anda ingin melamar pekerjaan,
atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan
mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji
oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada
saudagar itu, anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran
saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan, nah.. bukankah ini
mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh
yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar
akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda
uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat,
tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup?, pun
seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu
bagaimana dengan Arrahmaan Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan
tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu
tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR
DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.
aduh...aduh... entah apa yang membuat pemikiran
mereka sempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini. Firman
Allah : "MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PADA
KEBENARAN" (QS Albaqarah-18). Wahai Allah beri hidayah pada kaumku,
sungguh mereka tak mengetahui.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar